This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, August 21, 2020

Pengenalan NDT

Inspeksi atau Inspection adalah pemeriksaan secara seksama terhadap suatu produk yang dihasilkan apakah sesuai dengan standar dan aturan yang telah ditetapkan padanya. Dalam pengendalian kualitas (Quality Control), Inspeksi merupakan salah satu elemen yang sangat penting. Inspection (Inspeksi) diperlukan untuk memastikan kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan dan standarnya sehingga kepuasan pelanggan dapat terjaga dengan baik. Selain mengendalikan kualitas dan menjaga kepuasan pelanggan, Inspeksi juga dapat mengurangi biaya-biaya manufakturing akibat buruknya kualitas produksi seperti biaya pengembalian produk dari pelanggan, biaya pengerjaan ulang dalam jumlah banyak dan biaya pembuangan bahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ilmu logam adalah ilmu mengenai bahan-bahan logam dimana ilmu ini berkembang bukan berdasarkan teori saja melainkan atas dasar pengamatan, pengukuran dan pengujian. Pengujian bahan logam saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi permesinan, bangunan maupun bidang lainnya. Hal ini disebabkan karena sifat logam tang bisa diubah sehingga pengetahuan tentang metalurgi terus berkembang. Untuk mengetahui kualitas suatu logam pengujian sangat erat kaitannnya dengan pemilihan bahan yang akan dipergunakan dalam konstruksi suatu alat selain itu juga bisa untuk membuktikan suatu teori yang sudah ada ataupun penemuan baru dibidang metalurgi. Dalam proses perencanaan dapat juga ditentukan jenis bahan maupun dimensinnya, sehingga apabila tidak sesuai dapat dicari penggantinnya yang lebih tepat. Disamping tidak mengabaikan faktor biaya produksi dan kualitasnnya.

Pengujian bahan adalah pengujian suatu material untuk mengetahui sifat mekanik, cacat, dan lain-lain suatu material. Dalam pengujian bahan ini ada 2 macam jika ditinjau berdasarkan sifat dari pengujian tersebut, yaitu :

1.       Pengujian Destruktif

Pengujian destruktif adalah pengujian suatu material, tapi hasil akhirnya akan menyebabkan cacat atau rusak. Pengujian ini dilakukan dengan cara merusak benda uji dengan cara pembebanan atau penekanan sampai benda uji tersebut rusak, dari pengujian ini akan diperoleh sifat mekanik bahan.

2.       Pengujian Non-Destruktif

Pengujian non - destruktif adalah salah satu teknik pengujian material tanpa merusak benda ujinya. Pengujian bertujuan untuk mendeteksi secara dini timbulnya crack atau flaw pada material secara dini. Non Destrtructive Testing (NDT) adalah aktivitas tes atau inspeksi terhadap suatu benda untuk mengetahui adanya cacat, retak, atau discontinuity lain tanpa merusak benda yang kita tes atau inspeksi. Pada dasarnya, tes ini dilakukan untuk menjamin bahwa material yang kita gunakan masih aman dan belum melewati toleransi kerusakan (damage  tolerance). Material pesawat diusahakan semaksimal mungkin tidak mengalami kegagalan (failure) selama masa penggunaannya. NDT dilakukan paling tidak sebanyak dua kali. Pertama, selama dan diakhir proses fabrikasi, untuk menentukan suatu komponen dapat diterima setelah melalui tahap-tahap fabrikasi. NDT ini dijadikan sebagai bagian dari kendali mutu komponen. Kedua, NDT dilakukan setelah komponen digunakan dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya adalah menemukan kegagalan parsial sebelum melampaui damage tolerance-nya.

Untuk mengetahui keadaan fisik material atau bagian-bagian dari mesin konstruksi, maka diperlukan beberapa cara, dari cara yang paling sederhana hingga cara yang memerlukan pengertian khusus. NDT bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keadaan material masih layak dipakai atau perlu diganti, jadi dengan mengetahui adanya keretakan-keretakan akan bisa diprediksi suatu peralatan masih biasa beroperasi atau harus dilakukan perbaikan atau perbaikin suku cadangannya.  



Sunday, August 16, 2020

Pengenalan Jurnal

Jurnal ilmiah disebut juga jurnal akademik. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai ’scientific journal’ atau ’academic journal’. Jurnal akademik dapat dideskripsikan sebagai kumpulan artikel ilmiah yang dipublikasikan secara reguler dalam rangka mendiseminasi hasil penelitian.        

Jurnal ilmiah diterbitkan sebagai cara atau media diseminasi hasil penelitian dalam disiplin atau subdisiplin ilmu tertentu. Publikasi jurnal ilmiah umumnya dalam bentuk artikel meliputi laporan penelitian, review literatur, proposal mengenai teori yang belum diuji atau artikel opini. Bentuk artikel yang dipublikasikan sangat tergantung pada kebijakan institusi jurnal itu sendiri atau penerbit jurnal.

Artikel yang ditulis dalam jurnal ilmiah diproduksi oleh individu dalam komunitas ilmuwan. Komunitas ilmuwan bisa terdiri dari mahasiswa, guru, dosen, peneliti, professor, jurnalis dan sebagainya. Penulisan artikelnya bisa dilakukan secara individual atau kolektif. Secara umum sudah kita ketahui bahwa artikel yang ditulis harus bersifat ilmiah, artinya diproduksi melalui proses penelitian yang menerapkan metode ilmiah.

Jurnal lahir dari sebuah komunitas ilmiah yang membentuk asosiasi. Asosiasi tersebut sepakat untuk membuat jurnal ilmiah yang fokus pada bidang tertentu. Untuk penerbitan memerlukan biro penerbitan, bagi Jurnal yang tidak punya biro penerbitan sendiri, maka mereka aka menerbitkan jurnalnya di penerbit yang sudah ada seperti misalnya LIPI.

Syarat Sebagai Jurnal Ilmiah. 

1. memiliki International Standard Serial Number (ISSN).

2. memiliki mitra bestari paling sedikit 4 orang.

3. diterbitkan secara teratur dengan frekuensi paling sedikit dua kali dalam satu tahun, kecuali majalah ilmiah dengan cakupan keilmuan spesialisasi dengan frekuensi satu kali dalam satu tahun.

4. bertiras setiap kali penerbitan paling sedikit berjumlah 300 eksemplar, kecuali majalah ilmiah yang menerbitkan sistem jurnal elektronik (e journal) dan majalah ilmiah yang menerapkan sistem online dengan persyaratan sama dengan persyaratan majalah ilmiah tercetak.

5. memuat artikel utama tiap kali penerbitan berjumlah paling sedikit 5 artukel, selain dapat ditambahkan dengan artikel komunikasi pendek yang dibatasi paling banyak 3 buah artikel.

Proses Publikasi Dalam Jurnal Ilmiah. 

Pada prinsipnya, proses publikasi jurnal ilmiah mirip dengan proses publikasi artikel dalam surat kabar atau majalah. Yang membedakan adalah terletak pada nilai yang ditonjolkan. Pada publikasi jurnal ilmiah lebih menonjolkan pada nilai ilmiahnya dan kontribusinya pada bidang akademik dan atau kebijakan publik. Berikut penggambaran secara singkat proses publikasi dalam jurnal ilmiah :

1. penulis mengirimkan manuskrip (naskah artikel) ke redaksi pengelola jurnal ilmiah.

2. setelah manuskrip yang dikirimkan oleh penulis tersebut diterima oleh editor jurnal ilmiah, manuskrip tersebut akan dikirimkan kepada reviewer jurnal ilmiah yang biasanya terdiri dari kalangan ahli.

3. pengiriman kepada reviewer dimaksud dilanjutkan dengan proses peer-review, yaitu proses di mana dua atau lebih ahli atau pakar yang terkait dengan topik yang ditulis dalam manuskrip, mengevaluasi manuskrip tersebut atas permintaan dari editor jurnal ilmiah.

4. selanjutnya reviewer akan memberikan penilaian berdasarkan keahliaannya. Penilaian yang diberikan oleh reviewer akan sangat menentukan apakah manuskrip yang dikirimkan oleh penulis tersebut layak untuk diterbitkan, perlu revisi, atau tidak layak untuk diterbitkan. Yang harus diketahui, bahwa manuskrip yang sampai kepada reviewer biasanya anonim, maksudnya adalah nama penulis atau institusi penulis telah dihilangkan sementara untuk menghindari subyektivitas dalam penilaian. Demikian halnya dengan reviewer, biasanya juga anonim supaya penulis tetap bisa menjaga obyektivitas ketika menerima hasil review.   

5. setelah proses evaluasi atau review selesai, reviewer mengirim manuskrip tersebut beserta hasil evaluasinya ke editor jurnal. Hasil evaluasi biasanya berbentuk komentar dan kritik terhadap tulisan dalam manuskrip dimaksud, termasuk juga kelebihan dan kekurangannya secara substantif dan teknis. 

6. terakhir, setelah menerima dan membaca komentar reviewer dari manuskrip dimaksud, editor akan mempertimbangkan apakah manuskrip yang dikirimkan oleh penulis tersebut layak terbit, perlu revisi, atau ditolak.

Lihat Contoh Jurnal Ilmiah:

Baca Juga: 

1. Cara membuka akun Google Scholar: 

https://muh-amin.com/cara-mudah-membuat-akun-google-scholar/

https://www.youtube.com/watch?v=5kqlsItFE24

2. Cara membuka akun Google Scholar dan SINTA: https://www.youtube.com/watch?v=vR5eiziqjs4 


Friday, August 14, 2020

POMPA SENTRIFUGAL

 PENGERTIAN POMPA SENTRIFUGAL DAN PRINSIP KERJANYA



Pompa Sentrifugal merupakan jenis pompa yang paling banyak dipakai, dalam dunia kontraktor mekanikal elektrikal, penggunaan pompa ini sangat penting. Pompa ini mempunyai beberapa kelebihan diataranya karena peng-oprasiannya yang mudah, pemeliharaan yang tidak terlalu mahal, tidak berisik dan sebagainya.

Pompa Sentrifugal atau centrifugal pumps adalah pompa yang mempunyai elemen utama yakni berupa motor penggerak dengan sudu impeller yang berbutar dengan kecepatan tinggi. Prinsip kerjanya yakni mengubah energi mekanis alat penggerak menjadi energi kinetis fluida (kecepatan) kemudian fluida di arahkan ke saluran buang dengan memakai tekanan (energi kinetis sebagian fluida diubah menjadi energi tekanan) dengan menggunakan impeller yang berputar di dalam casing. Casing tersebut dihubungkan dengan saluran hisap (suction) dan saluran tekan (discharge), untuk menjaga agar di dalam casing selalu terisi dengan cairan sehingga saluran hisap harus dilengkapi dengan katup kaki (foot valve).

PRINSIP KERJA POMPA SENTRIFUGAL

Pompa digerakkan oleh motor. Daya dari motor diberikan kepada poros pompa untuk memutar impeller yang terpasang pada poros tersebut. Zat cair yang ada didalam impeller akan ikut berputar karena dorongan sudu-sudu. Karena timbul gaya sentrifugal maka zat cair mengalir dari tengah impelerakan keluar melalui saluran diantara sudu – sudu dan meninggalkan impeller dengan kecepatan tinggi. Zat cair yang keluar dari impeller dengan kecepatan tinggi ini kemudian akan keluar melalui saluran yang penampangnya makin membesar (volute/difuser) sehingga terjadi perubahan dari head kecepatan menjadi head tekanan. Oleh sebab itu zat cair yang keluar dari flens pompa memiliki head total yang lebih besar.

gaya centrifugal
Zat cair dalam pompa sentrifugal (www.idpipe.com)

Penghisapan terjadi karena setelah zat cair dilemparkan oleh impeller, ruang di antara sudu – sudu menjadi turun tekanannya sehingga zat cair akan terhisap masuk. Selisih energy per satuan berat atau head total dari zat cair pada flens keluar dan dlens masuk disebut head total pompa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pompa sentrifugal berfungsi mengubah energy mekanik motor menjadi energy aliran fuida. Energy inilah yang mengakibatkan pertambahan head kecepatan, head tekanan, dan head potensial secara kontinyu.

Klasifikasi dari pompa sentrifugal: Untuk pompa sentrifugal yang bekerja berdasarkan head dinamis, pompa ini dapat diklasifikasikan menurut jenis aliran dalam impeler, yakni:

  • Pompa aliran radial (radial flow): pompa ini memiliki konstruksi sedemikian rupa sehingga aliran zat cair yang keluar dari impeller akan tegak lurus dengan poros pompa (arah radial).
  • Pompa aliran campur (mexed flow): Aliran zat cair didalam pompa saat meninggalkan impeller bergerak sepanjang permukaan kerucut (miring) sehingga komponen kecepatan alirannya berarah radial dan axial (campuran).
  • Pompa aliran axial: Aliran zat cair yang meninggalkan impeller bergerak sepanjang permukaan silinder (arah axial).

Tanda Terjadinya Kavitasi Pada Pompa – Kavitasi merupakan fenomena perubahan fase uap dari zat cair yang sedang mengalir, karena tekanannya berkurang hingga di bawah tekanan uap jenuhnya. Terjadinya kavitasi ditunjukkan oleh beberapa tanda, seperti timbulnya suara bisik dan getaran, turunnya kurva head-kapasitas dan efisiensi, dan kerusakan pada permukaan logam dimana kavitasi berlangsung. Nah, tanda terjadinya kavitasi pompa meliputi diantaranya sebagai berikut:

  • Kerusakan pada Permukaan Logam. Jika suatu pompa dioperasikan untuk jangka waktu lama maka akan timbul lubang – lubang pada bagian logam yang terkena kavitasi. Peristiwa ini disebut erosi kavitasi atau pitting.
  • Timbul Suara Getaran dan Berisik. Hal ini terjadi oleh pecahnya gelembung – gelembung uap secara tiba – tiba ketika mencapai daerah yang tekanannya lebih tinggi. Suara getaran ini bisa terjadi pada setiap pengoperasian pompa terutama karena sudut sisi masuk impeller yang tidak sesuai.

Video animasi Pompa sentrifugal:
1. Assembling Pompa Sentrifugal 3D: https://www.youtube.com/watch?v=MPYh6IE87bU
2. Bagaimana pompa bekerja: https://www.youtube.com/watch?v=BaEHVpKc-1Q
3. Pump Chart Basics Explained - Pump curve HVACR: https://www.youtube.com/watch?v=U8iWNaDuUek
4. Checking Pump Performance (Dead Head Check): https://www.youtube.com/watch?v=PVlX56G7pvc
5. How to read pump curves: https://www.youtube.com/watch?v=U-k6YIcYMUI
7. Vibration Phase Analysis: https://www.youtube.com/watch?v=RAHGXxT405E
8. Vibration Analysis for beginners 1 (Predictive Maintenance): https://www.youtube.com/watch?v=BPMjYJ_HoWk
9. Vibration Analysis for beginners 2 (Predictive Maintenance): https://www.youtube.com/watch?v=QnHl1Le2OXA
10. Alignment: ANSI Centrifugal Pump: https://www.youtube.com/watch?v=eRprI1zFlfc

Wednesday, August 5, 2020

Journal of Welding Technology

Journal of Welding Technology

Journal of Welding Technology is a peer-reviewed journal that publishes original and high-quality research papers in all areas of Welding Technology. The editorial team aims to publish high quality and highly applied research and innovation that has the potential to be widely disseminated, taking into consideration the potential Welding Technology that it could generate. The Journal is published twice a year in Juny and December.

No. ISSN Online: 2716-0475

No. ISSN Print   : 2716-1471

DOI Prefix    : http://dx.doi.org/10.30811/jowt

Contact Us: welding@pnl.ac.id, Phone/WA: +628126930456















-------------------------------------------------------------------------------

Journal of Welding Technology adalah jurnal yang mempublikasikan artikel di khusus bidang pengelasan atau welding. Silahkan kunjungi websitenya di alamat berikut:


Template Journal of Welding Technology dapat di download di link berikut ini:

Panduan cara submit artikel di Journal of Welding Technology untuk penulis artikel bisa di akses di alamat berikut ini:

Cara memperbaiki dan mengupload ulang artikel hasil revisi bisa di aksesdi alamat berikut ini:

Daftar artikel yang sudah pernah diterbitkan bisa diakses di alamat berikut:


Silahkan mengajukan dan pusing pertanyaan di kolom komentar....
Terima Kasih...

PERLAKUAN PANAS PENGELASAN

        Daerah lasan terdiri dari 3 bagian yaitu, logam lasan, daerah pengaruh panas yang dalam bahasa inggris disebut ”Heat Affected Zone”, disingkat menjadi daerah HAZ dan logam indduk yang tidak terpengaruh panas. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku. Daerah pengaruh panas atau daerah HAZ adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat. Logam las tak terpengaruhi panas adalah bagian logam dasar di mana panas dan temperatur pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur dan sifat. Disamping ketiga pembagian utama tersebut masih ada satu daerah khusus yang membatasi antara logam las dan daerah pengaruh panas, yang disebut batas las. Dalam membahas siklus termal daerah lasan hal-hal yang perlu dibahas meliputi proses pembekuan, reaksi yang terjadi dan struktur mikro yang terbentuk. 
        Proses perlakuan panas lazimnya diterapkan pada material untuk mengubah sifat material melalui pengubahan struktur mikro. Apabila struktur mikro berubah maka sifat mekanik material tersebut akan berubah pula. Pada proses pengelasan, didaerah HAZ perubahan struktur mikro akan diperoleh dengan mengekspos pada suatu temperatur yang cukup tinggi. Namun mengingat temperatur pada daerah HAZ tidak sama disetiap titik (semakin kecil jika lokasi titik di HAZ semakin jauh dari  logam las), maka di HAZ akan terjadi variasi struktur mikro. Dsitribusi temperatur disekitar daerah HAZ ditunjukkan gambar 1 di bawah ini.




Gambar 1. Distribusi temperatur disekitar logam las

(Sumber : Andrew D. Althouse, 1992)

Pada saat logam las masih cair maka pada daerah HAZ akan terjadi distribusi temperatur yang relatif tinggi (daerah yang berdekatan dengan logam las) dan berangsur-angsur menurun  di daerah-daerah yang menjauhi logam las. Dengan adanya distribusi temperatur seperti itu maka daerah HAZ akan terjadi transformasi fasa yang bervariasi pula disesuaikan dengan tinggi temperatur yang dialami.

Pada saat logam las masih cair; maka di HAZ akan terbentuk fasa-fasa γ (austenit) dan γ+α (austenit dan ferit); sedangkan pada bagian logam induk yang mengalami pemanasan sepanjang temperatur pemanasannya tidak melebihi 700oC tidak akan terjadi perubahan struktur mikro kecuali jika bagian logam induk tersebut pernah mengalami pengerjaan dingin (cold work) maka tergantung pada besarnya temperatur yang dialami oleh bagian tersebut dan lamanya diekspos pada temperatur yang bersangkutan, maka pada bagian tersebut akan mengalami stress relieving atau rekristalisasi yang akan berdampak pada tingkat tegangan sisa dan bentuk butir. Bila diukur kekerasannya di daerah ini, maka daerah ini akan menjadi bagian yang lunak.

Pada saat logam las membeku (mengikuti pola pembekuan), maka di HAZ tergantung pada laju pendinginan yang dialaminya; maka fasa yang berubah adalah fasa austenit (γ) Jika laju pendinginannya tinggi maka austenit tersebut akan bertransformasi ke martensit, tetapi apabila laju pendinginannya tidak terlalu tinggi, maka austenit akan bertransformasi ke Bainit atau Trostit. Namun apabila laju pendinginannya sangat lambat, maka austenit akan bertransformasi ke perlit. Dengan demikian pada HAZ struktur yang terjadi setelah semua proses transformasi fasa selesai adalah campuran dari fasa-fasa tersebut diatas tergantung laju pendinginan  yang dialami oleh HAZ tersebut.

Disamping itu ukuran butirnya pun bervariasi dari relatif besar didaerah interface antara logam las dengan logam induk dan berangsur-angsur mengecil ke ukuran yang sama seperti di logam induk. Besarnya ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya temperatur yang bersangkutan.

Semua kejadian di atas (pengaruh laju pendinginan terhadap hasil akhir transformasi austenit) dapat dianalisis melalui diagram CCT (Continuous Cooling Transformation) sebagaimana ditunjukkan gambar 2. Jadi apabila martensit  itu harus dihindari maka harus diupayakan agar laju pendinginannya tidak terlalu tinggi dan ini dapat dilakukan dengan memberi Pre-Heat atau PWHTKekuatan baja terutama batas luluhnya, sangat dipengaruhi oleh ukuran butir (Persamaan Hall-Petch). Selain itu, ukuran butir juga mempengaruhi harga impak dan perambatan retak. Makin halus butir akan semakin rendah temperatur transisi ulet-getasnya.

Gambar 2. CCT diagram untuk baja carbon

(Sumber : George E.Totten, 2006)

Pemanasan dan pendinginan yang terjadi pada proses pengelasan dapat mengubah sifat bahan induk yang terkena pengaruh panas tersebut, sehingga menimbulkan zona terpengaruh panas (Heat Affected Zone = HAZ). Perubahan-perubahan yang sering terjadi adalah perubahan struktur mikro material, terjadinya distorsi dan munculnya tegangan sisa di dalam material.

Untuk menghindari atau memperkecil akibat tersebut maka perlu adanya perlakuan panas tertentu dalam pelaksanaan pengelasan, yaitu :

-       Pemanasan awal (preheating)

Adalah pemanasan pendahuluan yang dilakukan pada daerah yang akan dilas sebelum pengelasan dimulai sampai temperatur tertentu dengan tujuan agar tidak terjadi laju pendinginan yang sangat cepat sesudah pengelasan. Laju pendinginan yang terlalu cepat memungkinkan terbentuknya struktur martensitis yang terlalu banyak, yang mengakibatkan logam menjadi terlalu keras dan getas. Dengan pemanasan awal ini juga dapat dikurangi terjadinya distorsi maupun tegangan sisa. Pertimbangan penentuan pemanasan awal ini selain kandungan karbon juga unsur-unsur paduan Cr, Mn, Si, dan Mo. Ketebalan las yang akan dibuat juga merupakan pertimbangan untuk diadakannya pemanasan awal.

-       Temperatur antar lapis (inter pass temperature)

Inter pass temperature adalah temperatur lasan pada waktu akan dilaksanakan pengelasan berikutnya. Temperatur ini tidak diperkenankan di bawah temperatur pemanasan awal dan juga tidak diperkenankan terlalu tinggi. Temperatur interpass yang terlalu tinggi mengakibatkan zona terpengaruh panas (HAZ) yang terlalu luas yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan pengelasan.

-       Perlakuan panas pasca las (postweld heat treatment = PWHT)

PWHT ialah perlakuan panas terhadap hasil pengelasan pada saat pengelasan selesai. Pada pengelasan baja karbon, laju pendinginan pasca pengelasan harus lambat, yang selain dengan pemanasan awal, sering proses perlambatan ini dikerjakan dengan menutup benda kerja dengan asbes atau bahan yang sejenis. Namun untuk pengelasan baja austenic, yang mengandung banyak khrom (Cr) dan karbon ( C ) yang memungkinkan terbentuknya chrom carbida yang merupakan endapan pada batas butir yang tidak dikehendaki keberadaannya. Laju pendinginan pasca pengelasan logam ini justru diusahakan lebih cepat pada temperatur sensitisasi (426 ~ 871 oC). bahaya dari terbentuknya endapan karboda ini adalah kerawanan korosi, yang merupakan korosi batas butir (inter granular corrosion). Jika diperlukan untuk perlakuan panas pasca pengelasan ini hasil lasan dipanaskan kembali sampai temperatur tertentu, kemudian didinginkan sesuai dengan laju yang dikehendaki. Skematik proses perlakuakn panas pada proses pengelasan ditunjukkan gambar 3. 

                

Keterangan gambar :

“A” Laju pemanasan dari preheat temperature sampai 7200C – 7300C tidak boleh lebih dari 200oC / jam maximum.

“B” holding time pada 7200C – 7300C minimum 3 jam.

“C” Laju pendinginan dari 7200C – 7300C

Gambar 3. Grafik perlakuan panas disekitar logam las

(sumber : B4T Bandung 2001)

 

Pembekuan dan struktur logam las

            Dalam pengelasan cair bermacam-macam cacat terbentuk dalam logam las, misalnya pemisahan atau segregasi, lubang halus dan retak. Banyaknya dan macamnya cacat yang terjadi tergantung pada kecepatan pembekuan. Semua kejadian selama proses pendinginan dalam pengelasan hampir sama dengan pendinginan dalam pengecoran. Perbedaannya adalah :

1.      Kecepatan pendinginan dalam las lebih tinggi

2.      Sumber panas dalam las bergerak terus

3.      Dalam proses pengelasan, pencairan dan pembekuan terjadi secara terus menerus

4.      Pembekuan logam las mulai dari dinding logam induk yang dapat dipersamakan dengan dinding cetakan pada  pengecoran, hanya saja dalam pengelasan, logam las harus menjadi satu dengan logam induk, sedangkan dalam pengecoran yang terjadi harus sebaliknya.

Reaksi metalurgi yang terjadi dalam pembekuan

1.      Pemisahan

Di dalam logam las terdapat tiga jenis pemisahan, yaitu pemisahan makro, pemisahan gelombang dan pemisahan mikro. Pemisahan makro adalah perubahan komponen secara perlahan-lahan yang terjadi mulai dari sekitar garis lebur menuju ke garis sumbu las, sedangkan pemisahan gelombang adalah perubahan komponen karena pembekuan yang terputus yang terjadi pada proses terbentuknya gelombang manik las. Pemisahan mikro adalah perubahan komponen yang terjadi dalam satu pilar atau dalam bagian dari satu pilar.

2.      Lubang halus

Lubang-lubang halus terjadi karena adanya gas yang tidak larut dalam logam padat. Lubang-lubang tersebut disebabkan karena tiga macam cara pembentukan gas, yaitu yang pertama adalah pelepasan gas karena perbedaan batas kelarutan antara logam cair dan logam padat pada suhu pembekuan, yang kedua adalah terbentuknya gas karena adanya reaksi kimia di dalam logam las dan yang ketiga penyusupan gas ke dalam atmosfer busur.

Gas-gas yang terbentuk karena perbedaan batas kelarutan dalam baja adalah gas hidrogen dan gas nitrogen, sedangkan yang terjadi karena reaksi adalh terbentuknya gas CO2 dalam logam cair dan yang menyusup adalah gas-gas pelindung atau udara yang terkurung dalam akar kampuh las.

3.      Proses deoksidasi

Sebenranya hanya sejumlah kecil oksigen yang larut dalma baja, tetapi karena tekanan disosiasi dari kebanyakan oksida sangat rendah, maka pada umumnya akan terbentuk oksida-oksida yng stabil. Karena pengukuran yang tepat untuk mengetahui jumlah oksigen yang larut dalam baja sangat sukar, maka untuk melepaskan oksigen dari larutan, biasanya dilakukan usaha-usaha seperti menghilangkan oksida. Proses menghilangkan oksida ini disebut proses deoksidasi.

Kadar oksigen dalam baja tergantung pada kadar Si, Mn dan lain-lainnya. Kadar oksigen dalam logam las sangat tergantung dari fluks yang digunakan, misalnya pada pengelasan busur dengan fluks oksida besi, kadar oksigen akan mencapai antara 0,08 sampai 0,12%, dan antara 0,01 sampai 0,02%.

            Ketangguhan logam las turun dengan naiknya kadar oksigen, karena itu harus selalu diusahakan agar logam las mempunyai kadar oksigen yang serendah-rendahnya. Usaha penurunan oksigen ini dapat dilakukan dengan menambah unsur-unsur yang bersifat deoksidasi seperti Si, Mn, Al dan Ti atau menaikkan kebasaan dari terak lasnya.



Tuesday, August 4, 2020

Jurnal Polimesin

Jurnal Polimesin adalah jurnal yang menpublikasikan artikel di bidang teknik mesin. Jurnal ini terbit setiap bulan Februari dan Agustus. Saat ini jurnal Polimesin sudah terkreditasi Dikti dengan peringkat SINTA 2. Silahkan kunjungi websitenya di alamat berikut:



Template jurnal Polimesin dapat di download di link berikut ini:

Panduan cara submit artikel di jurnal Polimesin untuk penulis artikel bisa di akses di alamat berikut ini:

Cara memperbaiki dan mengupload ulang artikel hasil revisi bisa di akses di alamat berikut ini:

Daftar artikel yang sudah pernah diterbitkan bisa diakses di alamat berikut:

Cara menuliskan daftar pustaka format IEEE dengan mendeley:

Cara menggunakan Mendeley Dekstop: 

Terima Kasih...

Monday, August 3, 2020

Simbol Las

Simbol Las

Ketrampilan membaca simbol las berguna untuk mempermudah dalam pelaksanaan pengelasan. Dari suatu simbol las diperoleh informasi tipe desain sambungan las dengan dimensi dan ukuran tertentu serta jenis las yang akan diterapkan. Ketrampilan membaca simbol las berguna juga untuk menginspeksi suatu sambungan baik desain, pelaksanaan pengelasan maupun langkah-langkah pengujian yang dilakukan, guna mengetahui kesesuaian kondisi dan pelaksanaan pengelasan, serta kemungkinan adanya penyimpangan yang terjadi.

Beberapa informasi tentang simbol las ditunjukkan pada Gambar 1 sampai   Gambar 4 dibawah ini. Simbol las yang dikemukan di sini terbatas untuk jenis las yang paling umum dipergunakan seperti las MMA dan OAW. Simbol las ini mengacu pada ketentuan American Welding Society (AWS).

Gambar 1. Penamaan dalam Simbol Las

Sumber : AWS Handbook Vol.2


Gambar 2. Simbol-simbol Kampuh Las

(Sumber : AWS Welding Technology, 1991)

 

Gambar 3. Simbol dan dimensi yang berkenaan dengan las kampuh

(Sumber : AWS Welding Technology, 1991)

Gambar 4. Simbol dan dimensi yang berkenaan dengan las Fillet.

(Sumber : AWS Welding Technology, 1991)

Pengelasan

Baca Juga: SMAW, GTAW, GMAW


Teknik las telah dipergunakan secara luas saat ini dalam penyambungan batang-batang pada konstruksi mesin. Lusanya penggunaan teknologi las disebabkan bangunan dan mesin yang dibuat dengan mempergunakan teknik penyambungan las menjadi lebih ringan dan proses pembuatannya juga lebih sederhana, sehingga biaya keseluruhannya menjadi lebih murah. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran, pipa transmisi bawah laut, kendaraan rel dan lain sebagainya.

Disamping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang aus dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan konstruksi serta keadaan disekitarnya.

Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya banyak masalah-masalah yang harus diatasi di mana pemecahannya memerlukan bermacam-macam pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta mendampingi praktek. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan konstruksi bangunan dna mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las dan jenis las yang dipergunakan, berdasarkan fungsi bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang.

Berdasarkan definisi dari Duetche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgis pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Saat ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau molekul-molekul dari logam yang disambungkan.

Proses pengelasan ialah proses penyambungan logam dengan pemanasan setempat, sehingga terjadi ikatan metalurgis antara logam-logam yang disambung. Untuk memperoleh ikatan metalurgis tersebut logam induk atau logam pengisi harus mencair. Untuk mencairkan logam tersebut, diperlukan energi panas yang dapat diperoleh dengan berbagai cara, misalnya dengan pembakaran gas, tenaga listrik, gesekan dan sebagainya. Karena sifat kegunaannya, maka hasil pengelasan dituntut bermutu dan memenuhi persyaratan tertentu, baik dalam pekerjaan pembuatan produk baru maupun dalam pekerjaan reparasi atau pemeliharaan.

Untuk dapat menghasilkan mutu lasan yang memenuhi persyaratan tertentu, pelaksanaan pengelasan harus mengikuti ketentuan tertentu. Dari sebab itu pengetahuan tentang pengelasan perlu dikuasai oleh para pelaksana pengelasan baik mengenai pengetahuan tentang bahan, proses kerja, variabel-variabel dan parameter-parameter pengelasan, inspeksi maupun aplikasinya.

Klasifikasi cara-cara pengelasan
Berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu, pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian.
  1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari bususr listrik atau semburan api gas yang terbakar.
  2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.
  3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair.


Gambar 1. Klasifikasi Las
Sumber : Klas Weman, Welding process handbook,Woodhead Publishing Ltd, 2012

Prosedur Pengelasan:

1. Proses Las
Proses las merupakan jenis pengelasan yang digunakan seperti proses las SMAW, GTAW, GMAW dan proses las lainnya

2. Spesifikasi material.
Material dapat mempengaruhi hasil pengelasan . Misalnya pengaruh penyiapan material ditentukan oleh komposisi kimiawinya. Retak dizona terimbas panas (heat affected zone/ HAZ ) sangat dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan dasar, karenanya komposisi kimiawi ini perlu diketahui . Sifat bahan las juga dapat dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan dasar, terutama dimana pengelasan menghasilkan tingkat dilusi yang cukup tinggi . Karenanya penting untuk diketahui kandungan bahan paduan (alloy content) . Elemen pembentuk kristal didalam bahan dasar dapat mempengaruhi tingkat kekuatan dan pengerasannya ( hardenability ) .

3. Pengelasan didalam ruangan atau lapangan
Pengendalian keseluruhan prosedur las sangat dipengaruhi oleh apakah pengelasan dilaksanakan didalam ruangan atau dilapangan . Kondisi cuaca dilapangan akan merubah secara drastis cara pengendalian pelaksanaan las

4. Persiapan sisi (edge preparation )
Terdapat banyak alasan untuk memasukkan persiapan sisi kedalam prosedur las . Akses secukupnya merupakan faktor penting seperti misalnya bahan las yang terdeposisi akan berfusi dengan bahan dasar. Prosedur las harus mencakup bukan hanya bentuk persiapan, namun juga penyelesaian permukaannya (surface finish) . Permukaan yang berlapis kerak atau oksida tebal akan menyebabkan fusi tidak sempurna (lack of fusion) , terperangkapnya oksida (trapped oxide), atau porositas yang tidak dapat diterima .

5. Metode pembersihan
Bagaimana permukaan bahan dipersiapkan sebelum dilas merupakan factor yang perlu diperhatikan seperti misalnya baja mungkin hanya perlu pembersihan menggunakan penyikatan ( brushing ) secara manual atau mekanikal, sedangkan aluminium memerlukan pencucian secara kimiawi (chemical cleaning) seperti solvent untuk menghasilkan permukaan yang siap las. Terkait dengan hal tersebut, inspeksi pada permukaan bahan sebelum dilas juga diperlukan untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat cacat material dasar yang dapat mempengaruhi mutu pengelasan.

6. Penyetelan sambungan (sketsa).
Penyetelan sambungan (sketsa) menggunakan perangkat rakit (JIG) atau las cantum (tacking). Penyetelan komponen sambungan las merupakan faktor yang sangat menentukan pada pengelasan sambungan yang hanya dapat dilaksanakan pada satu sisi/ pihak saja. Celah sambungan akan mempengaruhi jumlah fusi pada akar las. Apabila digunakan perangkat perakit secara mekanis untuk penyetelan komponen rakitan, maka perlu diketahui berapa banyak bahan las yang akan dideposisikan sebelum perangkat mekanis ini dicabut/ dibongkar .

7. Jenis Sambungan dan Posisi Pengelasan
Dalam aplikasi dikenal ada 5 jenis sambungan jenis sambungan dasar dan 4 posisi pengelasan. Jenis sambungan tersebut antara lain sambungan tumpul (butt joint), sambungan tumpang (lap joint), sambungan tee (tee joint), sambungan pojok (corner joint), sambungan sisi (edge joint). Sedangkan 4 posisi dalam pengelasan antara lain :
- Posisi 1G (flat atau datar)
- Posisi 2G (horizontal)
- Posisi 3G (vertical)
- Posisi 4G (overhead atau atas kepala)

Secara skematik, jenis sambungan dasar dan posisi pengelasan ditunjukkan pada gambar 2. Gambar tersebut berlaku untuk pengelasan selain pipa.

Gambar 2. Sambungan dasar pengelasan untuk empat posisi pengelasan plat
(Sumber : AWS Welding Technology, 1991)

Untuk pengelasan pipa dengan jenis sambungan tumpul (butt weld), posisi pengelasan terdiri atas 4 posisi (Gambar 3), yakni :
- Posisi 1G untuk kategori posisi datar dan objek berotasi.
- Posisi 2G untuk kategori posisi horizontal.
- Posisi 5G untuk kategori posisi datar dan welder berotasi
- Posisi 6G untuk kategori objek tetap dan berada pada posisi 45o.

Gambar 3. Posisi pengelasan pipa untuk jenis butt weld
(Sumber : Sri Widharto, 2001)



Sedangkan untuk pengelasan plat dengan jenis fillet weld, posisi pengelasan terdiri dari 4 posisi (gambar 4), yaitu :
Posisi 1F (flat atau datar)
Posisi 2F (horizontal)
Posisi 3F (vertical)
Posisi 4F (overhead atau atas kepala)

Gambar 4. Posisi pengelasan plat untuk jenis fillet weld.

Polaritas Listrik

Pada proses pengelasan listrik digunakan arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Penggunaan arus listrik ini tergantung pada beberapa pertimbangan antara lain jenis logam yang akan dilas maupun kedalaman penetrasi yang akan dicapai dalam pengelasan. Untuk jenis logam yang permukaannya terbentuk oksid seperti aluminium dan magnesium serta logam-logam non ferro yang lain arus AC (alternating current) dan DCEP (direct current electrode positive) digunakan. Arus AC dan DCEP ini digunakan untuk mengelupas lapisan oksida yang akan terjadi akibat adanya aliran elektron dari benda kerja menuju elektroda pada arus DCEP maupun pada setengah siklus AC. Selain dengan kedua arus di atas hampir tidak mungkin logam yang bersangkutan dapat dilas dengan baik mengingat titik cair oksid logam tadi jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan titik cair logam yang bersangkutan.

Penggunaan jenis arus juga mempengaruhi kedalaman penetrasi yang akan dibentuk. Pada arus AC distribusi panasnya terjadi 1/2 untuk benda kerja dan 1/2 untuk elektroda. Pada arus DCEP 2/3 panas terjadi pada elektroda dan 1/3 sisanya terjadi pada benda kerja, sedangkan pada arus DCEN terjadi sebaliknya yaitu 1/3 panas untuk elektroda dan 2/3 panas sisanya terjadi pada benda kerja. Konsekuensi distribusi panas yang berbeda ini akan berpengaruh pada kedalaman penetrasi yang berbeda. Pada AC kedalaman penetrasi sedang dengan lebar kawah sedang. Pada DCEP, lebar kawah lebih besar dengan kedalaman penetrasi lebih dangkal bila dibanding AC. Pada DCEN, Lebar kawah lebih sempit dan kedalaman penetrasi lebih dalam bila dibandingkan AC. Secara umum perbedaan polaritas DCEP dengan DCEN adalah DCEP posisi elektroda pada kutub positif dan klam massanya pada kutub negatif, sedangkan DCEN posisi elektroda pada kutub negatif dan klam massa pada kutub positif. Skematik polaritas listrik DCEP dan DCEN diberikan pada gambar 5 berikut:





Gambar 5. Polaritas listrik DCEN dan DCEP
(sumber : B4T Bandung, 2001)


Download:

1. Laporan Praktikum


Baca Juga:  DAFTAR ISI

Artikel jurnal tentang pengelasan: https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pengelasan&btnG=


Pertanyaan umum:

1. Sebutkan 7 jenis prosedur las yang harus diperhatikan

2. Sebutkan posisi pengelasan untuk jenis sambungan:

    a. Pelat

    b. Pipa

3. Apa perbedaan polaritas DCEP dengan DCEN

Sunday, August 2, 2020

PENGELASAN MIG/MAG-GMAW


Pengelasan MIG/MAG (Metal Inert Gas/ Metal Active Gas) adalah penyambungan dua logam atau lebih menjadi satu dengan menggunakan kawat elektroda  dengan logam dasarnya (base metal) dan dilindungi oleh gas pelindung untuk mencegah terjadinya oksidasi, seperti ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Proses las MIG/MAG

Pada saat ini proses pengelasan MIG/MAG telah banyak digunakan diberbagai sektor industri, tetapi secara luas lebih banyak digunakan di industri otomotif, seperti ditunjukkan pada gambar 4.2. Proses pengelasan MIG/MAG tergolong lebih aman dan mudah untuk menggunakannya. Selain itu proses pengelasan MIG/MAG ini mampu menyambung part secara cepat dan aman tanpa menyebabkan distorsi.

Proses pengelasan MIG/MAG, panas dari proses pengelasan ini dihasilkan oleh busur las yang terbentuk diantara elektroda kawat (wire electrode) dengan benda kerja, seperti ditunjukkan pada gambar 4.3. Selama proses las MIG/MAG, elektroda akan meleleh kemudian menjadi deposit logam las dan membentuk butiran las (weld beads). Gas pelindung digunakan untuk mencegah terjadinya oksidasi dan melindungi hasil las selama masa pembekuan (solidification).

                                                 

Gambar 1. Proses GMAW (MIG/MAG)

Proses pengelasan MIG/MAG beroperasi menggunakan arus searah (DC), biasanya menggunakan elektroda kawat positif. Ini dikenal sebagai polaritas terbalik (reverse polarity), seperti ditunjukkan pada gambar 4. Proses pengelasan MIG/MAG menggunakan arus sekitar  50A hingga mencapai 600A, biasanya menggunakan tegangan 15 volt hingga 32 volt.

Gambar 2. Polaritas Terbalik

 

Proses pengelasan MIG/MAG memiliki performa dan hasil yang sangat baik. Proses pengelasan MIG/MAG memiliki beberapa kelebihan, antara lain :

1.        Sangat efisien dan proses pengerjaan yang cepat.

2.      Dapat digunakan untuk semua posisi pengelasan (welding position).

3.      Tidak menghasilkan slag atau terak, yang biasa terjadi pada las SMAW/MMAW.

4.      Memiliki angka deposisi (deposition rates) yang lebih tinggi dibandingkan SMAW.

5.      Proses pengelasan MIG/MAG sangat cocok untuk pekerjaan konstruksi.

6.      Membutuhkan sedikit pembersihan post-weld

Pada proses pengelasan MIG/MAG juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

  1. Wire-feeder yang memerlukan pengontrolan yang kontinyu
  2. Sewaktu waktu dapat terjadi burnback
  3. Cacat las porositi sering terjadi akibat pengunaan kualitas
  4. Gas pelindung yang tidak baik.
  5. Busur yang tidak stabil, akibat ketrampilan operator yang kurang baik.
  6. Pada  awalnya  set-up  pengelasan  merupakan  permulaan yang sulit.


Peralatan Las MIG/MAG

Secara umum peralatan proses pengelasan MIG/MAG, adalah (gambar 5) :

  • Mesin las (Power Source)
  • Elektroda (Wirefeeder)
  • Welding gun/torch
  • Tabung gas pelindung
  • Regulator
Gambar 3. Skema Peralatan MIG/MAG

Salah satu faktor terpenting dalam proses pengelasan MIG/MAG adalah pemilihan jenis elektroda yang benar. Elektroda akan bercampur dengan gas  pelindung  sehingga menghasilkan deposit kimia dan menentukan sifat mekanik serta sifat fisik dari pengelasan. Pada dasarnya terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi pemilihan jenis elektroda pada proses pengelasan MIG/MAG, yaitu :

  • Komposisi kimia benda kerja
  • Sifat mekanik benda kerja
  • Jenis gas pelindung
  • Jenis aplikasi yang dibutuhkan
  • Jenis sambungan las 

Sesuai dengan klasifikasi elektroda carbon steel menurut AWS A5.18-93, elektroda  carbon  steel diberi penomoran seperti ditunjukkan pada gambar 6 berikut :

                                     

Gambar 4. Standar Penomoran Elektroda Ferro

Elektroda Besi Karbon

Ø  ER70S-1

Memiliki persentase silicon terkecil diantara elektroda baja padat. Biasanya digunakan dengan gas pelindung argon dan terkadang dengan tambahan sedikit oksigen.

Ø  ER70S-2 (SPOOLARC 65)

Elektroda ini mengandung elemen deoksidasi yang sangat berat, mengandung kombinasi zirconium, titanium dan aluminium deoksidasi dengan jumlah total 0,2% dan karbon 0,07% berat

Ø  ER70S-3 (SPOOLARC 29S dan SPOOLARC 82)

Elektroda dengan klasifikasi ini paling banyak dipakai. Elektroda ini dapat menggunakan gas pelindung campuuran gas-oksigen atau CO2

Ø  ER70S-4 (SPOOLARC 85)

Elektroda ini mengandung lebih banyyak mangan (1,50%) dan silicon (0,85%) dibandingkan elektroda sebelumnya. Gas pelindung yang digunakan adalah Ar-O2; Ar-CO2 dan CO2.

Ø  ER70S-5

Elektroda ini mengandunng tambahan mangan dan silicon, selain itu juga mengandung aluminium (0,5% dan 0,9%) yang berfungsi sebagaielemen deoksidasi. Gas pelindung yang digunakan adalah CO2. Jenis pengelasan ini terbatas hanya pada posisi datar (flat).

Ø  ER70S-6 (SPOOLARC 86)

Elektroda pada kelas ini memiliki kandungan silicon terbesar (1,15%) dan mangan yang besar (1,85%) sebagai elemen doksidasi. Pada umumnya untuk baja karbon rendah menggunakan gas pelindung CO2 dan arus listrik yang tinggi.

Ø  ER70S-7 (SPOOLARC 87HP)

Elektroda ini mengandung sekitar 2% atau lebih mangan. Dapat menggunakan berbagai jenis gas pelindung.

Ø  ER80S-D2 (SPOOLARC 83)

Elektroda ini mengandung silicon dan mangan sebagai doksidasi dan molybdenum (0,4 hingga 0,6%) untuk meningkatkan kekuatan, menggunakan gas pelindung Ar-CO2 dan CO2.

 

Elektroda Stainless Steel

Elektroda stainless steel  menggunakan penomoran dengan standar AWS A5.9.

Ø  ER308L (ARCALOY 308/308L)

Jenis elektroda ini dapat digunakan untuk mengelas stailess steel 304, kandungan krom dan nikel hamper sama.

Ø  ER308L Si (ARCALOY 308Si/308LSi)

Digunakan untuk mengelas stailess steel 304. Perbedaannya dengan ER308L adalah kandungan silicon yang lebih tinggi, yang akan meningkatkan karakteristik wetting dan logam las. Biasanya menggunakan gas pelindung Ar-O2 1%.

Ø  ER309L (ARCALOY 309/309L)

Digunakan untuk mengelas jenis stainless steel 309

Ø  ER316L (ARCALOY 316/316L)

Digunakan untuk mengelas stainless steel 316, kandungan karbon kurang dari 0,04%.

 

Elektroda Aluminium

            Elektroda dasar yang digunakan dalam elektroda aluminium adalah magnesium, mangan, seng, silicon dan tembaga. Alasan utama menambahkan elemen tersebut adalah untuk meningkatkankekuatan dan logam aluminium murni. Selain itu ketahanan korosi dan weldability juga merupakan alasan penambahan elemen tersebut. Elektroda yang paling sering digunakan adalah elektroda yang mengandung magnesium 5356 dan silicon 4043. Elektroda aluminium menggunkan standar penomoran menurut AWS A5.3.

wirefeeder

Pada dasarnya terdapat tiga jenis wirefeeder; yaitu jenis dorong,  jenis  tarik, jenis dorong-tarik. Perbedaannya adalah dari cara menggerakan elektroda dari spool ke tourch. Kecepatan dari wirefeeder dapat  diatur  mulai  dari  1 hingga  22  m/menit  (pada mesin las MIG/MAG performa tinggi, kecepatannya dapat mencapai 30 m/menit). Gambar Wirefeeder MIG/MAG seperti ditunjukkan gambar 7 berikut:

                                                        

Gambar 5. Wirefeeder MIG/MAG

 

Menurut   jenis   rolnya,   wirefeeder dapat dibagi atas dua jenis, yaitu :

·         Sistem 2 rol

·         Sistem 4 rol

Menurut bidang kontaknya, rol dari wirefeeder dapat dibagi atas:

·         Jenis trapesium, halus

·         Jenis setengah-lingkaran, halus

·         Jenis setengah-lingkaran, kasar


                                                       

Gambar 6. Wirefeeder

 

Torch

Sesuai dengan bentuknya torch dibagi atas (gambar 9) :

·         Torch general

·         Torch pistol (gun torch)

Menurut jenis pendinginnya, torch dibagi atas dua jenis (gambar 4.12), yaitu:

·         Torch dengan pendingin udara

·         Torch dengan pendingin air


Gambar 7. Jenis torch 

Pipa Kontak

Pipa  pengarah  elektroda  biasa  juga disebut pipa kontak. Pipa kontak terbuat dari tembaga, dan berfungsi untuk membawa arus listrik ke elektroda yang bergerak dan mengarahkan elektroda tersebut ke daerah kerja pengelasan, seperti ditunjukkan gambar 10. Torch  dihubungkan  dengan  sumber listrik pada mesin las dengan menggunakan  kabel.  Karena elektroda harus dapat bergerak dengan bebas dan melakukan kontak listrik dengan baik, maka besarnya diameter lubang dari pipa kontak sangat berpengaruh.

Gambar 8. Pipa Kontak

 

Nozzle Gas Pelindung

Nozzle gas pelindung akan mengarahkan jaket gas pelindung kepada  daerah  las.  Nozzle  yang  besar  digunakan  untuk proses  pengelasan  dengan  arus  listrik  yang  tinggi.  Nozzle yang  lebih  kecil  digunakan  untuk  pngelasan  dengan  arus listrik yang lebih kecil.

Gambar 9. Nozzle


DAFTAR PUSTAKA 

1.      American Welding Society,Eighth Edition,  Welding Technology Volume 1 1991

2.      ASME Code Sect. IX, Welding Procedure Specification, 2001

3.      Andrew D. Althouse, Modern Welding, The Good Heart Wilcox Company, Inc 1992, South Holland

4.      Althouse, Turnquist. Bowditch, Bowditch, 1984, Modern Welding, The Goodheart-Willcox Company, Inc., Illinois.

5.      George E.Totten, Steel Heat Treatment Handbook : Metallurgy and Technologies, CRC Press, USA, 2006.

6.      Klas Weman, Welding process handbook,Woodhead Publishing Ltd, 2012

7.      Sri Widarhto, Petunjuk Kerja Las, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2001.

8.      Harsono Wiryosumarto, Prof, Dr, Ir, Teknologi Pengelasan Logam, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 2000.


Jobsheet: GMAW 1F


Baca JugaSMAWGTAWGMAW

Artikel jurnal tentang pengelasan GMAW: https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pengelasan+GMAW&btnG=


(Mohon berikan komentar apabila postingan ini bermanfaat)